DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
- Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel
b. Non Farmakologis
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D- dimer.
- Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari), PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
- Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syokatau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator mekanik
3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut
- Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
- Resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.
- Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).
Terapi oksigen:
- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis.
- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96%
o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika
- Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
- Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)
- Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 – 2 jam dengan menggunakan indeks ROX.
o Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak
tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV.
o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5- 10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L.
o Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%.

*Dikutip dari Buku Saku Protokol Tatalaksana COVID-19 Edisi Kedua, halaman 21-25.